Rabu, 06 September 2017

Stop Illegal Fishing (Stop Setrum, Racun dan Bom Ikan)

Saya masih ingat, ketika masih duduk di bangku Sekolah Dasar (SD) saya pernah ditanya sama ibu guru saya, beliau bertanya "Utama, hobby kamu apa?", spontan saya menjawab "Memancing bu".
Ya, karena memamang begitu adanya saya, saat jam istirahat saya bersama teman-teman lainnya memasang banjur ikan haruan di kali belakang sekolah, saat pulang kami angkat dan bawa ikan pulang ke rumah, lumayan bisa untuk makan siang, ini hanya sepenggal kecil cerita saya tentang yang namanya memancing.



Kini saya sudah berumur 24 tahun, bekerja merantau ke Murung Raya, meski saya lahir dan besar di Muara Teweh tapi ibu saya adalah orang Murung Raya tepatnya dari Desa Tumbang/Olung Ulu.
Saat akhir pekan ketika belum gajian saya pergi memancing sering juga memasang jaring sendiri atau bersama teman saya, saya ambil untuk sekali atau duakali makan kan bisa makan ikan.
Kalo kita menjaga sungai maka sungai juga akan menyediakan kebutuhan kita, kalo kita mengambil untuk keperluan maka sungai masih bisa menolong kita memenuhinya.




Kita patut bersyukur bahwasanya Murung Raya banyak dialiri sungai yang tersebar dimana-mana.
Saya juga salut sama suatu kampung suku Bakumpai yang dengan kearifannya bersahabat dengan sungai, mereka menjaga sungainya tetap alami, ketika berladang mereka merobohkan kayunya ke sungai untuk wadah ikan bersarang dan bertelur, ini sangat bagus sehingga kalo mereka perlu ikan mereka bisa memancing atau menjaring seperlunya karena ikannya melimpah.




Tapi saya juga geli sama suatu suku bagian atas daerah pegunungan dulu cerita ibu saya sungai-sungainya penuh ikan dan kalo perlu hanya menangkap dengan tangan (saking sehat sungainnya) tapi kini mereka bingung kemana lagi harus mencari ikan, mereka marah sungainnya tak punya ikan akhirnya mereka jarang makan ikan.
Sebenarnya yang membuat saya geli adalah keserakahan mereka, mereka menangkap ikan dengan cara illegal fishing, orang tua mereka secara tidak langsung memberi contoh buruk bagi anak-anaknya dengan meyetrum sungai, meracuni sungai dengan potas atau racun lainnya, bahkan menangkap dengan peledak.




Memang hasilnya banyak dan menurut saya mereka semakin terlihat bodoh dengan kalo bahasa banjarnya "ucukan" bangga dengan kegiatan mereka itu.
Hingga kini mereka, anak dan cucunya bahkan seluruh warga merasakan efek domino dari illegal fishing tersebut.
Gilanya lagi kini setelah ekosistem sungai mereka rusak mereka mulai merambahi sungai-sungai yang di jaga oleh suka yang arif tadi, secara diam-diam secara curi-curian.
Mereka tidak mau disalahkan atas kerusakan ekosistem sungai ini sebagian mengelak dan menyalahkan yang lain.
Kata yang tukang setrum "sebenarnya setrum ikan itu tidak bahaya bagi sungai karena ikannya masih bisa hidup yang merusak itu mereka yang meracun.




Mendengar ucapan seperti itu mirisnya luar biasa, mungkin saya dan segelintir orang di sini mencoba melawan arus mengkampanyekan stop illegal fishing.
Stop menangkap ikan dengan setrum, racun dan bom.
Semoga meski dengan hanya menulis ada mata da hati yang terbuka untuk menjaga kelestarian sungai kita, katena kalau bukan kita ya siapa lagi.



Selasa, 05 September 2017

Puisi_"Jejak langkah"

Kemaren aku ada di harimu
Aku membantumu maju 
Kemana yang mau kau tuju 
Kemana hatimu suka



Di jalan yang mendaki aku ada 
Diantara duri tajam aku bersamamu
Dibawah terik mentari juga
Hingga saatnya kau raih semua

Ketika hari mulai gelap
Engkau lelah dengan semua
Engkau terbuai mimpi indah 
Ya, mimpi yang tak nyata ada untukmu



Pagi ini engkau terbangun
Hujan jatuh menghapus aku
Aku tak kau lihat lagi
Kau pun lupa jejak langkahmu

Puruk Cahu, 05 Agustus 2017
Utama Mandala Putra


Senin, 04 September 2017

Puisi_"Daun Yang Jatuh"

Selama ini ku ikuti semua jalan yang ada
Kadang lurus saja
Kadang juga berkelok, bahkan jatuh dari ketinggian
Aku ini air, ya aku air



Kadang aku baik-baik saja
Kadang juga aku terhempas kebawah
Sebenarnya aku memperhatikanmu
Iya kamu, kamu adalah daun di atasku

Dulu saat engkau hijau dan muda
Saat engkau indah-indahnya
Aku hanya bisa menyaksikanmu
Engkau masih bersama pohon itu

Sedikitpun engkau enggan melihatkan
Aku tahu aku dibawah dan rendah
Meski angin menerpamu engkau masih bersama pohon itu
Itu kerena engkau masih berguna baginya

Tapi ketika musim berganti
Panas kemarau melanda, engkau menguning
Pohon itu tak lagi butuh daun yang banyak
Iya melepas engkau



Engkau terjatuh
Ya, tertiup angkin 
Terombang ambing entahlah
Kau mungkin kecewa pada pohon itu 

Tapi aku, aku masih disini
Aku air, yang dulu tak kau perhatikan
Yang akan menyambutmu dengan lembut
Agar kau tau betapa sejuknya aku




Puruk Cahu, 04 September 2017
Utama Mandala Putra

Bidang Pengelolaan Pasar

PEMERINTAH KABUPATEN MURUNG RAYA DINAS PERINDUSTRIAN, PERDAGANGAN, KOPERASI DAN UKM J a l a n Utama Praja Tel epon (0528) 31876 – 31...