Ya, karena memamang begitu adanya saya, saat jam istirahat saya bersama teman-teman lainnya memasang banjur ikan haruan di kali belakang sekolah, saat pulang kami angkat dan bawa ikan pulang ke rumah, lumayan bisa untuk makan siang, ini hanya sepenggal kecil cerita saya tentang yang namanya memancing.
Kini saya sudah berumur 24 tahun, bekerja merantau ke Murung Raya, meski saya lahir dan besar di Muara Teweh tapi ibu saya adalah orang Murung Raya tepatnya dari Desa Tumbang/Olung Ulu.
Saat akhir pekan ketika belum gajian saya pergi memancing sering juga memasang jaring sendiri atau bersama teman saya, saya ambil untuk sekali atau duakali makan kan bisa makan ikan.
Kalo kita menjaga sungai maka sungai juga akan menyediakan kebutuhan kita, kalo kita mengambil untuk keperluan maka sungai masih bisa menolong kita memenuhinya.
Kita patut bersyukur bahwasanya Murung Raya banyak dialiri sungai yang tersebar dimana-mana.
Saya juga salut sama suatu kampung suku Bakumpai yang dengan kearifannya bersahabat dengan sungai, mereka menjaga sungainya tetap alami, ketika berladang mereka merobohkan kayunya ke sungai untuk wadah ikan bersarang dan bertelur, ini sangat bagus sehingga kalo mereka perlu ikan mereka bisa memancing atau menjaring seperlunya karena ikannya melimpah.
Tapi saya juga geli sama suatu suku bagian atas daerah pegunungan dulu cerita ibu saya sungai-sungainya penuh ikan dan kalo perlu hanya menangkap dengan tangan (saking sehat sungainnya) tapi kini mereka bingung kemana lagi harus mencari ikan, mereka marah sungainnya tak punya ikan akhirnya mereka jarang makan ikan.
Sebenarnya yang membuat saya geli adalah keserakahan mereka, mereka menangkap ikan dengan cara illegal fishing, orang tua mereka secara tidak langsung memberi contoh buruk bagi anak-anaknya dengan meyetrum sungai, meracuni sungai dengan potas atau racun lainnya, bahkan menangkap dengan peledak.
Memang hasilnya banyak dan menurut saya mereka semakin terlihat bodoh dengan kalo bahasa banjarnya "ucukan" bangga dengan kegiatan mereka itu.
Hingga kini mereka, anak dan cucunya bahkan seluruh warga merasakan efek domino dari illegal fishing tersebut.
Gilanya lagi kini setelah ekosistem sungai mereka rusak mereka mulai merambahi sungai-sungai yang di jaga oleh suka yang arif tadi, secara diam-diam secara curi-curian.
Mereka tidak mau disalahkan atas kerusakan ekosistem sungai ini sebagian mengelak dan menyalahkan yang lain.
Kata yang tukang setrum "sebenarnya setrum ikan itu tidak bahaya bagi sungai karena ikannya masih bisa hidup yang merusak itu mereka yang meracun.
Mendengar ucapan seperti itu mirisnya luar biasa, mungkin saya dan segelintir orang di sini mencoba melawan arus mengkampanyekan stop illegal fishing.
Stop menangkap ikan dengan setrum, racun dan bom.
Semoga meski dengan hanya menulis ada mata da hati yang terbuka untuk menjaga kelestarian sungai kita, katena kalau bukan kita ya siapa lagi.









